Deskripsi
Kandungan Hasil analisis di India
(angka, pertama) dan di Thailand (dalam kurung) merupakan komposisi per 100 g
bagian yang dapat dimakan: air 86 (71,5) g, protein 0,8 (0,7) g; lemak 0,1
(1,7) g; karbohidrat 12,8 (23,7) g; Ca 30 (30) m, P 30 (30) mg, vitamin A 70
(50) SI, vitamin C 50-150 (23) mg. Nilai energinya 230 (470) kJ/100 g.
Deskripsi Berperawakan pohon atau perdu yang menyemak, tingginya mencapai
kira-kira 15 m, tumbuh tegak atau menyebar dengan cabang-cabangnya yang
menjuntai; letak rantingnya simpangsiur, berbulu kempa; penumpunya berduri,
menyendiri dan lurus (berukuran 5-7 mm) atau berbentuk dimorfik berpasangan,
cabang yang kedua lebih pendek dan melengkung, duri kadang-kadang tidak ada;
pohonnya selalu hijau atau setengah meranggas. Daunnya tunggal, letaknya
berselang-seling, berbentuk bundartelur-jorong sampai bundar-telur-lonjong,
berukuran (2-9) cm x (1,5-5) cm, tepinya sedikit beringgit atau rata, berkilap
dan tak berbulu pada lembaran sebelah atasnya, berbulu kempa yang rapat,
berwarna putih pada lembaran sebelah bawahnya, dengan 3 tulang daun membujur
yang nyata; tangkai daunnya 8-15 mm panjangnya. Perbungaannya muncul dari
ketiak daun, berbentuk payung menggarpu, panjangnya 1-2 cm, tersusun atas 7-20
kuntum bunga; gagang perbungaan panjangnya 2-3 mm; bunganya berdiameter 2-3 mm,
berwarna kekuningan, sedikit harum, gagang bunganya 3-8 mm panjangnya; daun
kelopaknya bercuping 5, berbentuk delta, bagian luarnya berambut, bagian
dalamnya gundul; daun mahkota 5 helai, sedikit berbentuk sudip yang cekung,
terlentik; benang sarinya 5 utas; bakal buahnya beruang 2, tangkai putiknya
bercabang dua, cakramnya bercuping 10 atau beralur-alur. Buahnya bertipe buah
batu, berbentuk bulat sampai bulat telur, dapat mencapai ukuran 6 cm x 4 cm
untuk yang dibudidayakan, dan umumnya jauh lebih kecil untuk yang liar; kulit
buahnya halus atau kasar, berkilap, tipis tetapi liat, berwarna kekuningan
sampai kemerahan atau kehitaman; daging buahnya berwarna putih, mengeripik
(crisp), banyak mengandung sari buah, rasanya agak asam sampai manis, menjadi
menepung pada buah yang matang penuh. Bijinya terletak dalam batok yang
berbenjol dan beralur tidak beraturan, yang berisi 1-2 inti biji yang berwarna
coklat.
Manfaat
Buah bidara dari kultivar unggul
dapat dimakan dalam keadaan segar, atau diperas menjadi minuman penyegar, juga
dikeringawetkan, atau dibuat manisan. Di Asia Tenggara, buah yang belum matang
dimakan bergara,m. Pernah dilaporkan bahwa buah bidara juga direbus dan
menghasilkan sirop. Di Indonesia, daun mudanya diolah sebagai sayuran;
daun-daunnya dapat pula dijadikan pakan. Di India, pohon bidara merupakan salah
satu dari beberapa jenis tanaman yang digunakan untuk pemeliharaan serangga
lak; ranting-ranting yang terbungkus oleh sekresi serangga itu dipungut untuk
diproses menjadi sirlak. Kulit kayu dan buahnya menghasilkan bahan pewarna.
Kayunya berwarna kemerahan, bertekstur halus, keras, dan tahan lama, dan
digunakan sebagai kayu bubut, alat rumah tangga, dan alat-alat lain. Buah,
biji, daun, kulit kayu, dan akarnya berkhasiat obat, terutama untuk membantu
pencernaan dan sebagai tapal untuk luka. Di Jawa, misalnya, kulit kayunya
digunakan untuk menyembuhkan gangguan pencernaan, sedangkan di Malaysia bubur
kulit kayunya dapat dimanfaatkan untuk obat sakit perut.
Syarat Tumbuh
Bidara merupakan tumbuhan yang
bandel, yang dapat mengatasi suhu ekstrem dan mampu bertahan hidup pada
lingkungan yang agak kering. Kualitas buahnya akan paling baik jika tumbuh pada
lingkungan yang panas, di udara terbuka dan kering, tetapi hendaknya ada musim
hujan untuk mendukung pertumbuhan perpanjangan dan pembungaannya, dan idealnya
tanahnya memiliki cukup kelembapan sits untuk mematangkan buahnya. Jika terjadi
cuaca yang buruk, pohon bidara ini akan menjadi do an. Pada habitat alaminya,
curah hujan tahunannya berkisar antara 12 5 mm dan di atas 2.000 m ; suatu
penelitian di India menunjukkan bahwa b berapa kultivar akan tumbuh cukup balk
pada cura hujan serendah 300-400 mm per tahun. Suhu maksimumnya adalah 37-48°
C, dan suhu minimumn 7-13° C, tetapi pohon bidara masih tahan terhadap embun
beku yang ringan. Kisaran ketinggian tempat tumbuhnya ialah antara tepi pantai
sampai kira-kira 1000 m dpl. Bidara menghendaki tanah yang cukup ringan dan
dalam, tetapi pohonnya dapat pula tumbuh di lahan marginal, tanah basa, tanah
asin atau sedikit asam, baik tanah ringan maupun berat, rentan terhadap
kekeringan atau kadang-kadang tergenang.
Pedoman Budidaya
Walaupun hampir semua pohon bidara
yang dipelihara diperbanyak dengan benih, perbanyakan vegetatif makin banyak
dipraktekkan, karena itulah satu-satunya cara untuk memperoleh pohon yang
sifatnya sama dengan induknya. Pohonnya dapat diperbanyak melalui setek atau
cangkok, tetapi penempelan atau penyambunganlah yang lebih sering dilakukan.
Anakan atau benih yang seringkali diambil dari jenis-jenis Ziziphus liar yang
selalu tersedia di alam, dimanfaatkan sebagai batang bawah. Masa pertumbuhan
vegetatif merupakan saat untuk melaksanakan penempelan: tempelan bentuk T atau
penempelan cincin merupakan cara yang dianjurkan. Penyambungan pecut (whip
grafting) merupakan cara penyambungan yang dianjurkan, tetapi penyambungan
penyusuan (suckle grafting), yaitu salah satu pelengkungan, sangat disukai di
Thailand. Dl Asia Tenggara, jarak tanam 5-6 m dianggap perlu, tetapi di India
umumnya berjarak tanam 8-9 m. Mengingat gangguan terhadap akar tunggang mungkin
fatal, kadang-kadang dianjurkan untuk menyemai benih, lalu mengadakan
penempelan atau penyambungan semai di tempatnya. Alternatif lainnya ialah
menanam benih pada keranjang anyaman kawat yang ceper yang diletakkan di
permukaan tanah, untuk memaksa pertumbuhan awal akar-akar lateralnya di
lingkungan yang balk, yang diusahakan di persemaian. Mengingat adanya masalah
keserasian, dianjurkan untuk melaksanakan penanaman campuran 3 kultivar.
Pemeliharaan
Pohon bidara yang masih muda
diikatkan pada tonggak, Ialu dilakukan pemangkasan untuk memperoleh 4 atau 5
cabang penyangga yang bentuknya balk, yang segera mengisi ruangan yang
tersedia; tumpang sari hanya dapat dilakukan 2 atau 3 tahun saja. Pohon asal
klon dapat berbuah pada tahun kedua dan dapat menghasilkan buah yang memadai
pada tahun keempat. Pohonnya terutama akan mengeluarkan bunga dari pucuk pucuk
-baru, dan hendaknya dipangkas untuk meyakinkan bahwa pucuk-pucuk ini memiliki
kesuburan yang memadai untuk menghasilkan buah yang berukuran baik dengan
kualitas yang baik pula. Dl India, pohon bidara berbuah lebat dan teratur, oleh
karena itu cabang-cabang penghasil buah akan cepat sekali menjadi tua, sehingga
lambat-laun harus segera dipangkas; tindakan ini juga menghindari terlalu
rapatnya tajuk pohon dan mendorong kesuburan pucuk. Saat yang paling baik untuk
pemangkasan ialah setelah panen, terutama jika pohon itu meluruhkan
daun-daunnya, seperti terjadi di India. Di India, petani bidara memupuk dengan
pupuk kandang setelah pertumbuhan vegetatif berlangsung, dan pupuk nitrogen
diberikan sebagai pupuk pelengkap pada saat pembentukan buah. Tanaman yang
sedang berbuah tidak boleh mengalami kekurangan air, dan walaupun pohon bidara
berakar dalam sekali, kebun buah bidara ini dipelihara bersih dan diberikan
pengairan teknis jika hujan musim muson tidak mencukupi.
Hama dan Penyakit
Lalat buah merupakan penyebab utama
kerusakan tanaman bidara, sayangnya serangga ini mempunyai kesenangan pada
kultivar yang sama dengan yang disenangi orang. Kerusakan oleh serangga
penggerek buah, ulat pemakan daun, 'weevils', kutu loncat, dan kutu bubuk juga
telah dilaporkan. Penyakit embun tepung dapat menjadi demikian berbahaya, yang
dapat menggugurkan daun dan bakal-bakal buah, namun penyakit ini telah dapat
dikendalikan dengan baik. Penyakitpenyakit yang kurang berbahaya adalah busuk
coklat dan bercak daun.
Panen dan Pasca Panen
Panen Buah-buah bidara tidak dapat
matang serentak, jadi diperlukan pemetikan 4 kali atau lebih untuk menuntaskan
panen. Buah yang diambil masih mentah akan menjadi berbau tidak enak, kecuali
jika matang benar, dan buah yang terlalu matang akan kehilangan daya tarik
warnanya dan teksturnya akan keriput. Di Thailand, buah bidara tersedia di
pasaran dari bulan Agustus sampai Februari; di Filipina, musim buah jatuh dari
bulan November sampai Februari. Penanganan pasca panen Buah bidara tidak mudah
rusak, dapat ditangani dengan balk dan daya tahan tumpuknya sekitar satu minggu.
Penyimpanan suhu dingin dapat memperpanjang musim pemasokan buah selama 1 bulan
atau Iebih.
Pengenalan
Daun dan perbungaan
Perdu atau pohon kecil, biasanya bengkok, tinggi
hingga 15 m
dan gemang batang hingga 40 cm.
Cabang-cabang menyebar dan acap menjuntai, dengan ranting-ranting tumbuh
simpang siur dan berambut pendek. Selalu hijau atau semi menggugurkan daun.[2]
Daun-daun penumpu berupa duri,
sendirian dan lurus (5–7 mm), atau berbentuk pasangan dimorfis, di mana yang kedua
lebih pendek dan melengkung, kadang-kadang tanpa duri.[2]
Daun-daun
tunggal terletak berseling. Helai daun bundar telur menjorong atau jorong
lonjong, 2–9 cm x 1.5–5 cm; bertepi rata atau sedikit menginggit; gundul dan
mengkilap di sisi atas, dan rapat berambut kempa keputihan di sisi bawahnya;
dengan tiga tulang daun utama yang nampak jelas membujur sejajar; bertangkai
pendek 8–15 mm.[2]
Perbungaan (close up)
Perbungaan berbentuk payung menggarpu tumbuh di ketiak daun, panjang 1–2 cm, berisi 7–20 kuntum. Bunga-bunga berukuran
kecil, bergaris tengah antara 2–3 mm, kekuningan, sedikit harum, bertangkai 3–8
mm; kelopak bertaju 5 bentuk delta (menyegitiga), berambut di luarnya dan gundul
di sisi dalam; mahkota 5, agak seperti sudip, cekung dan melengkung.[2]
Buah batu berbentuk bulat hingga bulat telur, hingga 6 cm × 4 cm pada
kultivar-kultivar yang dibudidayakan, namun kebanyakan berukuran jauh lebih
kecil pada pohon-pohon yang meliar; berkulit halus atau kasar, mengkilap, tipis
namun liat, kekuningan, kemerahan hingga kehitaman jika masak; daging buahnya
putih, mengeripik, dengan banyak sari buah yang agak masam hingga manis
rasanya, menjadi menepung pada buah yang matang penuh. Biji terlindung dalam tempurung yang
berbingkul dan beralur tak teratur, berisi 1–2 inti biji yang coklat bentuk
jorong.[2]
Kegunaan
Buah yang muda
Bidara
– buah segar
|
|
Nilai
nurtrisi per 100 g (3.5 oz)
|
|
2.476 kJ (592 kcal)
|
|
17 g
|
|
-
Gula
|
5.4-10.5 g
|
0.60 g
|
|
0.07 g
|
|
0.8 g
|
|
81.6-83.0 g
|
|
0.02-0.024 mg (-2%)
|
|
0.02-0.038 mg (-3%)
|
|
0.7-0.873 mg (-5%)
|
|
25.6 mg (3%)
|
|
0.76-1.8 mg (-14%)
|
|
26.8 mg (4%)
|
|
[3]
Persentase merujuk kepada rekomendasi Amerika Serikat untuk dewasa. Source: Sumberdata Nutrisi USDA |
Buah bidara kultivar unggul
diperjual belikan sebagai buah segar, untuk dimakan langsung atau dijadikan
minuman segar. Di beberapa tempat, buah ini juga dikeringkan, dijadikan
manisan, atau disetup. Buah muda dimakan dengan garam atau dirujak.[2] Buah dari pohon yang meliar kecil-kecil
dan agak pahit rasanya[1]. Buah bidara merupakan sumber karoten,
vitamin A
dan C,
dan lemak.[4]
Daun-daunnya yang muda dapat
dijadikan sayuran. Daunnya yang tua untuk pakan ternak.[2] Rebusan daunnya diminum sebagai jamu.
Daun-daun ini membusa seperti sabun apabila diremas dengan air, dan digunakan
untuk memandikan orang yang sakit demam.[1] Di Jakarta,
daun-daun bidara digunakan untuk memandikan mayat.
Buah masak berjatuhan di pasir
pantai
Selain daun, buah, biji, kulit kayu,
dan akarnya juga berkhasiat obat, untuk membantu pencernaan dan sebagai tapal
obat luka. Di Jawa,
kulit kayu ini digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan; dan di Malaysia,
kulit kayu yang dihaluskan dipakai sebagai obat sakit perut.[2] Kulit kayu bidara diyakini memiliki
khasiat sebagai tonikum, meski tidak terlalu kuat, dan dianjurkan untuk
penyakit lambung dan usus. Kulit akarnya, dicampur dengan sedikit pucuk, pulasari, dan bawang putih,
diminum untuk mengatasi kencing yang nyeri dan berdarah.[1]
Kayunya berwarna kemerahan,
bertekstur halus, keras, dan tahan lama. Kayu ini dijadikan barang bubutan,
perkakas rumah tangga, dan peralatan lain.[2]
Di Bali,
kayu bidara dimanfaatkan untuk gagang kapak, pisau, pahat, dan perkakas tukang
kayu lainnya.[1]
Berat jenis
kayu bidara berkisar antara 0,54-1,08. Kayu terasnya
yang bervariasi dalam warna kuning kecokelatan, merah pucat atau cokelat hingga
cokelat gelap, tidak begitu jelas terbedakan dari kayu gubal.
Kayu ini dapat dikeringkan dengan baik, namun kadang-kadang sedikit pecah. Di
samping penggunaan di atas, kayu bidara juga cocok digunakan untuk konstruksi,
furnitur dan almari, peti pengemas, venir dan kayu lapis.[4]
Bidara menghasilkan kayu bakar yang
berkualitas baik; nilai kalori dari kayu gubalnya adalah 4.900 kkal/kg. Kayu
ini juga baik dijadikan arang. Ranting-rantingnya yang menjuntai mudah dipangkas dan
dipanen sebagai kayu bakar.[4]
Kulit kayu dan buah bidara juga
menghasilkan bahan pewarna[2]. Bahan-bahan ini menghasilkan tanin dan pewarna coklat kemerahan atau
keabuan dalam air[4]. Di India, pohon bidara juga digunakan dalam
pemeliharaan kutu lak; ranting-rantingnya yang terbungkus
kotoran kutu lak itu dipanen untuk menghasilkan sirlak (shellac)[2].
Ekologi
dan penyebaran
Buah kultivar unggul yang
diperdagangkan
Tanaman ini terutama tumbuh baik di
wilayah yang memiliki musim kering yang jelas. Kualitas buahnya paling baik
jika tumbuh pada lingkungan yang panas, kaya cahaya matahari, dan cukup kering;
namun hendaknya mengalami musim hujan yang memadai untuk menumbuhkan ranting,
daun dan bunga, serta untuk mempertahankan kelembaban tanah selama mematangkan
buah. Bidara berkembang luas pada wilayah dengan curah hujan 300-500 mm
pertahun. Untuk keperluan komersial, pohon bidara dapat dikembangkan hingga
ketinggian 1.000 m dpl.; akan tetapi di atas ketinggian ini pertumbuhannya
kurang baik.[4]
Tahan iklim kering dan penggenangan,
bidara mudah beradaptasi dan kerap tumbuh meliar di lahan-lahan yang kurang
terurus dan di tepi jalan. Tumbuh di pelbagai jenis tanah: laterit, tanah hitam
yang berdrainase baik, tanah berpasir, tanah liat, tanah aluvial di sepanjang
aliran sungai (riparian).[5]
Bidara diperkirakan memiliki
asal-usul dari Asia Tengah, dan menyebar alami di wilayah yang luas mulai dari Aljazair,
Tunisia,
Libia,
Mesir,
Uganda
dan Kenya
di Afrika;
Afganistan,
Pakistan,
India
utara, Nepal,
Bangladesh,
Cina
selatan, Vietnam,
Thailand,
Semenanjung Malaya, Indonesia, hingga Australia.
Kini bidara telah ditanam di banyak negara di Afrika, dan juga di Madagaskar.[4] Namun yang mengembangkannya secara
komersial hanyalah India, Cina, dan sedikit di Thailand[2].
Jenis
serupa
Bidara acap dipertukarkan
identitasnya dengan bidara cina (Ziziphus zizyphus; sinonim Z.
jujuba Miller, Z. vulgaris Lamk.). Bidara yang terakhir ini
dibudidayakan di Cina bagian utara.[2]
Ziziphus
spina-christi, atau dikenal sebagai Christ's
Thorn Jujube ("bidara mahkota duri Kristus"), tumbuh di daerah
Afrika utara dan tropis serta Asia Barat, termasuk di Israel/Palestina.
Diyakini merupakan bahan membuat mahkota duri
yang ditaruh di kepala Yesus Kristus menjelang penyaliban-Nya.[6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar